Oleh: Ali Akbar Al Buthoni
Di tengah riuhnya jargon pertumbuhan ekonomi, ada fakta getir yang tak bisa disapu di bawah karpet: 7,28 juta orang di Indonesia kini menganggur (Kemnaker, 2025). Lebih dari 1 juta di antaranya adalah lulusan universitas, sebagian bahkan rela melamar sebagai petugas PPSU demi sesuap nasi (Tempo, Juli 2025).
Sementara itu, di balik panggung, segelintir pejabat menumpuk gaji miliaran. Data FITRA (2023) mencatat seorang pejabat Kementerian Keuangan bisa mengantongi Rp 2,9 miliar per bulan sebagai komisaris BUMN, di luar gaji pokok Rp 90 juta. Apakah ini sekadar masalah manajemen? Tidak. INI PENYAKIT SISTEMIK
Bukan Indonesia Saja: Krisis Pengangguran di Negeri Muslim Data global pun mengonfirmasi: masalah ini melanda hampir seluruh dunia Islam.
1. Mesir: Tingkat pengangguran resmi 6,8% (ILO, 2024), namun pengangguran muda (usia 15–24) mencapai 23%, tertinggi di kawasan MENA.
2. Pakistan: Lebih dari 8 juta warga tanpa kerja (World Bank, 2024), mayoritas pemuda.
3. Tunisia & Yordania: Youth unemployment di atas 30% (Statista, 2024).
4. Rata-rata OIC (57 negara anggota): Tingkat pengangguran pemuda mencapai 16,7% (ILO, 2024), jauh di atas rata-rata dunia 14%.
Jutaan sarjana, teknisi, dan lulusan kejuruan dibiarkan tanpa arah di negeri yang kaya sumber daya tapi miskin keadilan.
Kapitalisme: Mesin Pengangguran dan Oligarki Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri-negeri Muslim semakin memperlihatkan belangnya yaitu hanya mencetak ketimpangan struktural:
* 48% dari 55,9 juta hektar lahan bersertifikat dikuasai hanya oleh 60 keluarga di Indonesia (Kementerian ATR/BPN, 2024) — setara hampir dua kali luas Jawa Barat.
* Pajak mencekik usaha kecil-menengah, biaya produksi melambung, produk lokal kalah bersaing dengan impor murah, terutama dari Cina.
* Krisis siklik (inflasi–resesi–PHK massal) jadi siklus abadi.
Di sisi lain, proyek-proyek mercusuar seperti IKN dan belanja nonproduktif terus disokong, sementara penciptaan lapangan kerja rakyat diabaikan.
Solusi Islam Kaffah: Negara yang Benar-Benar Mengurus Umat
Islam bukan sekadar menawarkan charity untuk penganggur. Islam membangun struktur ekonomi dan pemerintahan yang menjamin hak bekerja dan hidup layak.
1️⃣Negara wajib menyediakan pekerjaan dan jaminan hidup. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas mereka” (HR Bukhari-Muslim).
2️⃣Sumber daya strategis (minyak, gas, tambang, air) wajib dikelola negara, bukan oligarki. Nabi ﷺ pernah melarang privatisasi tambang besar (HR Ibnu Majah) — sumber daya itu milik umat, hasilnya kembali untuk kesejahteraan mereka.
3️⃣Distribusi kekayaan harus adil. Allah berfirman: “…Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian…” (QS Al-Hasyr [59]: 7).
4️⃣Tidak ada riba dan pajak mencekik. Pembiayaan negara bersumber dari zakat, kharaj, fai’, dan pengelolaan kepemilikan umum — bukan utang luar negeri atau pajak konsumsi yang menindas rakyat.
5️⃣Negara wajib membuka sektor riil: Pengolahan lahan mati (ihya’ al-mawat) bagi rakyat miskin, dorongan industri halal dan manufaktur strategis dan dukungan penuh pada UMKM tanpa bunga dan pajak memberatkan.
Kenapa Ini Mendesak?⁉️ Sebab SETIAP ANAK MUDA YANG MENGANGGUR, BUKAN SEKEDAR ANGKA, TAPI POTENSI YANG DIBIARKAN MATI. Allah mengingatkan: “Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah… maka hendaklah mereka bertakwa dan berkata benar.” (QS An-Nisa’ [4]: 9)
__
Support Dakwah Ekonomi Islam dengan Follow, like dan Subscribe Media kami;
🔗 linktr.ee/aliakbaralbuthoni

SBTC, Triwidadi, Pajangan, Bantul Regency, Special Region of Yogyakarta
EXPLORE
BERANDA
PROGRAM
TENTANG KAMI
HUBUNGI KAMI
NEWS AND ARTICLE
BOOK STORE
CI MERCH
OUR SERVICE
CORe ISEC CLASS
CORe ISEC CONSULTING
CORe ISEC EVENT
OFOLLOW US
OUR CONTACT
Admin : +62 811-2655-675
coreislamiceconomic@gmail.com
www.coreisec.id
COPYRIGHT CORe ISEC 2020. All Right Reserved